
HIDUPSEHAT , JAKARTA – Perusahaan asuransi kesehatan di Indonesia menaikkan tarif premi Rata-ratanya antara 8% hingga 15% sepanjang tahun 2024. Ini merupakan langkah adaptif terhadap kondisi inflasi medis yang menyebabkan harga layanan dan barang-barang kesehatan meningkat.
Kepala STIMRA Abitani Taim menyebutkan bahwa perusahaan asuransi kesehatan pastinya akan melakukan penilaian guna memilih tindakan yang dibutuhkan. Akan tetapi, sesuai pendapat dia, adaptasi terhadap inflasi di bidang kesehatan bukan hanya tentang meningkatkan harga premi asuransi kesehatan.
"Penilaian pasti akan dilaksanakan, namun tentang perubahan tidak harus berupa tarif premi saja. Perubahan dapat juga mencakup prosedur, manfaat, efisiensi operasional, implementasi teknologi, atau kolaborasi dengan stakeholder kesehatan lainnya termasuk pihak pemerintah guna menekan inflasi sektor kedokteran," jelas Abitani saat diwawancara. HIDUPSEHAT , Jumat (18/4/2025).
Di tengah situasi ini, Abitani mengatakan literasi asuransi menjadi faktor penting. Ketika tarif premi kesehatan meningkat, dikhawatirkan minat masyarakat akan produk asuransi kesehatan turun. Apalagi saat ini kondisi daya beli masyarakat sedang turun.
"Literasi memang menjadi hal yang penting, terutama menjelaskan manfaat asuransi kesehatan kepada masyarakat. Perusahaan juga perlu meningkatkan ajakan hidup sehat dan menjaga kesehatan. Karena pada dasarnya asuransi kesehatan harus dipandang dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bukan sekadar mengganti biaya berobat apabila sakit," tandasnya.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila menjelaskan beberapa upaya yang bisa dilakukan industri asuransi untuk mengatasi tantangan inflasi medis.
Langkah-langkah tersebut termasuk mendukung efisiensi layanan kesehatan dengan merombak struktur industri asuransi kesehatan berbasis pasar. Ini mencakup penguatan kemampuan teknologi digital di perusahaan-perusahaan asuransi untuk memfasilitasi akses dan bertukarnya informasi secara elektronik dengan fasilitas medis.
"OJK mendukung pula agar perusahaan asuransi bisa memperkuat kemampuan medisnya dalam menangani data yang dimiliki dan menyampaikan laporan secara berkala ke rumah sakit lewat mekanisme peninjauan penggunaan, serta membentuk Dewan Konsultasi Medis (DKM) yang akan memberikan saran profesional terkait model pelayanan medis dan obat-obatan yang disediakan oleh institusi kesehatan," jelas Iwan.
Di samping itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut mendukung perbaikan produk asuransi kesehatan dengan menggalakkan penerapan fitur pembayaran bersama atau co-payment bagi layanan rawat jalan maupun dirawat inap di rumah sakit serta menyediakan sistem yang dapat menjembatan kerjasama berbagai penyelenggara perlindungan sosial seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jasa Raharja, ASABRI, dan Taspennya melalui implementasi perkembangan teknologi canggih.
"Semua upaya ini dimaksudkan agar tumbuh perilaku pemberian layanan medis berbasis clinical pathways yang baik dan pemberian layanan obat dan alat kesehatan berbasis medical efficacy yang memadai sehingga upaya efisiensi dapat tercipta secara berkesinambungan," pungkasnya.
0 Comments